Friday, July 1, 2016

Memaknai Insiden Intersep F16 Di Natuna

Selama ini boleh jadi khalayak memandang perkuatan militer kita di Natuna dimaksud untuk menghadang klaim ZEE, infiltrasi dan bahkan invasi dari negeri semilyar ummat, Cina. Terjadinya intersep terhadap satu pesawat TUDM jenis angkut berat Hercules oleh dua jet tempur F16 belum lama berselang membuka ruang baca dan ruang lihat khalayak bahwa memang Natuna itu strategis sebagai pangkalan militer segala matra. 

Memperkuat Natuna seperti sebuah pepatah, sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui. Selain untuk menghadang Cina, ternyata blokade terhadap Malaysia pun bisa dilakukan manakala terjadi ribut-ribut soal Ambalat.  Pihak Malaysia pun pasti sudah memperhitungkan dampak pembangunan pangkalan militer di Natuna dalam strategi pertahanan negeri itu.  Natuna mengharuskan Sarawak dan Sabah memperkuat diri secara militer, berbagi kekuatan alutsista dengan Semenanjung.
Jet Tempur F16 blok52 Id TNI AU
Lima tahun ke depan, Natuna diyakini sudah memiliki fasilitas tempur yang berkualitas. Pangkalan angkatan udara dan pangkalan angkatan laut sudah beroperasi penuh. Artinya menempatkan secara permanen 1 skuadron jet tempur dan 7-9 KRI striking force bersama 1 brigade gabungan sudah menjadi kenyataan.  Jika dalam kondisi siap siaga seperti itu dengan dukungan alutsista berkualitas, kemudian muncul konflik Ambalat, maka kekuatan militer Natuna bisa jadi kartu truft blokade militer antara Semenanjung dan Malaysia Timur.

Dalam lima tahun ke depan dengan anggaran militer yang terus meningkat diprediksi akan ada tambahan 2 kapal perang jenis destroyer, 6 kapal perang jenis fregat dan 16 kapal perang jenis KCR 60m. Jumlah kapal selam baru kita juga akan bisa mencapai 6-8 unit dengan asumsi Cakra Class pensiun dan isian kapal selam baru itu dari jenis Changbogo dan jenis lain yang digadang-gadang sebagai herder bawah laut.
Sementara untuk matra udara diharapkan 1 skuadron Sukhoi SU35 sudah beroperasi penuh bersama 1 skuadron F16 Viper.  Sehingga alokasi penempatan 1 Skuadron fighter di Natuna dari beberapa jenis jet tempur yang dimiliki sangat dimungkinkan. Apalagi golden eagle sudah diberi radar dan rudal sehingga mampu melakukan patroli udara secara efektif.

Bersamaan dengan itu satelit militer kita yang super canggih sudah beroperasi penuh. Semua kapal perang striking force kita sudah memilik kualitas persenjataan yang modern sehingga mampu bersinergi dengan alutsista AU dan AD dalam mekanisme interoperability yang berkualitas tinggi.  Artinya pada saat itu kekuatan militer Indonesia sudah jauh mengungguli kekuatan militer Malaysia. Tahapan program MEF-2 saat ini dan MEF-3 berikutnya diyakini akan membawa kualitas alutsista militer Indonesia menuju yang terbaik di rantau ASEAN.
KRI Yos Sudarso menembakkan rudal C802
Anggaran militer Indonesia tahun ini mencapai 108,7 trilyun rupiah sesuai dengan APBNP yang sudah disetujui. Jadi meningkat 9,3 T dari anggaran APBN 2016 sebelumnya. Angka ini sebenarnya hanya 0,88% dari PDB Indonesia yang tahun ini berada di angka 12.371 trilyun rupiah.  Sementara prediksi anggaran pertahanan tahun 2017 bisa mencapai angka 120 T jika  persentase tetap 0.88% dari PDB kita yang diprediksi mencapai 13.744 trilyun rupiah. Jika rasionya dinaikkan menjadi 1% saja dari PDB maka anggaran pertahanan tahun 2017 akan mencapai 137 trilyun rupiah. Jika rasio dengan PDB dinaikkan jadi 1,5% angkanya akan sangat menakjubkan.

Kita optimis anggaran pertahanan akan naik secara signifikan. Dukungan parlemen sangat membantu Pemerintah memberikan jalan yang terbaik bagi peningkatan kualitas militer kita.  Oleh sebab itu jendela yang perlu dibuka untuk melihat cakrawala bagus ini adalah kesediaan si pemilik anggaran untuk membeli alutsista dengan mekanisme transfer teknologi dan mengutamakan produksi dalam negeri. Misalnya produksi KCR 60 meter yang dianggarkan cukup besar, serta kerjasama produksi kapal perang jenis PKR 10514 yang sangat dimungkinkan dapat menjadi produk andalan PAL pada produksi ke lima dan seterusnya.

Ketika Natuna telah berubah menjadi sebuah pangkalan militer gahar maka situasi ini pasti akan membuat Malaysia salah tingkah dan sedikit gugup.  Gerakan kapal perang dan pesawat militer mereka jelas akan terpantau dan terdeteksi kuat dengan berbagai radar statis dan dinamis yang kita miliki. Bayangkan saja pemisah daratan Semenanjung Malaysia dan Malaysia Timur terdapat satu pangkalan militer negara lain yang punya sejarah konfrontasi. Tentu ini menggelisahkan.

Jelas ini manfaat ganda bagi kita meski pada awalnya tujuan pembangunan pangkalan militer di Natuna adalah untuk menghadang ambisi teritori Cina di Laut Cina Selatan. Dengan begitu makin jelas nilai guna dan nilai gengsi sebuah pangkalan militer terdepan kita.  Mata dan telinga militer kita tetap ke utara tetapi tidak salah juga melirik ke kiri dan ke kanan, apalagi ketika menoleh ke kiri dan ke kanan pakai mendelik.  Dijamin berdebar yang dilirik.

Jadi insiden intersep alias penyergapan  2 jet tempur F16 itu punya makna jangka panjang.  Makna jangka panjang itu adalah kita punya kartu truft yang menentukan manakala konflik Ambalat memanas dan menjurus ke perang terbuka.  Natuna dan armada barat Indonesia akan mengambil peran penting untuk memperlemah kekuatan militer Malaysia di Sabah dan Sarawak melalui blokade militer.

Meski pun begitu berteman dengan jiran adalah kebaikan silaturrahim yang mendatangkan manfaat berkah berlipat-lipat bagi kedua negara, dan saling ketergantungan satu sama lain. Indonesia dan Malaysia adalah dua negara yang punya banyak kesamaan dalam segala hal.  Jadi kehadiran pangkalan militer di Natuna adalah untuk menjaga nilai persahabatan itu. Bukankah dengan memiliki kekuatan militer yang disegani, para jiran tentu akan menghargai persepsi diplomasi dan kehormatan teritori NKRI. Itulah makna sesungguhnya.  
****

Jagarin Pane /01072016