Friday, December 19, 2014

Menyongsong Kekuatan Pukul MEF 2



Jelas sudah ketika pergantian pemerintahan berjalan dua bulan, kelanjutan program MEF ternyata tetap menjadi desain strategis dalam menjalankan mata rantai dan mata anggaran modernisasi tentara Indonesia.  Ini menjadikan rangka perencanaan membangun kekuatan pukul hulubalang republik semakin jelas dan tegas.  Bahwa di MEF-2 (Minimum Essential Force Jilid Dua) selama lima tahun ke depan akan memberikan jalan yang terang benderang untuk menggagahkan tentara kita.

Yang menarik tentu masalah illegal fishing yang (ternyata) sangat merajalela, memberikan kesan dan pesan bahwa memang selama ini kita memunggungi laut kita yang kaya itu.  Laut kita dihabisi secara massal, massif dan bermasa-masa tanpa ada upaya untuk melawannya.  Barulah kita tersadar bahwa selama berpuluh tahun kita dilenakan dengan sumber daya alam yang di darat.  Sumber daya laut yang luar biasa itu tidak terkelola apalagi diamankan dari pencurian termasuk kegiatan intelijen laut dari negara asing yang menyamar jadi nelayan.

Nah setelah kita sadar dengan itu semua,  sesungguhnya ada kesadaran lain yang kembali membuat kita “kaget dua jenak”, bahwa ternyata kekuatan laut kita, kekuatan kapal patroli kita kekuatan kapal perang kita masih jauh dari kondisi mencukupi apalagi ideal termasuk operasional kekuatan yang ada.  Untuk itulah kita mengapresiasi hasrat kuat Pemerintah untuk menomorsatukan perkuatan maritim dan angkatan laut bersama angkatan udara dalam lima tahun ke depan.  Memang pantas untuk negara kepulauan ini punya AL dan AU yang disegani.
Rudal Anti Kapal Yakhont dari KRI OWA
Pembentukan Bakamla (Badan Keamanan Laut) alias Coast Guard pertengahan Desember 2014 ini adalah salah satu cara dan jawaban untuk mengantisipasi gerakan ilegal kapal nelayan asing atau kapal asing yang menyamar jadi kapal nelayan. Kapal-kapal patroli akan dibangun sebanyak mungkin. Sementara TNI AL menghibahkan 10 kapal patroli non rudalnya kepada Bakamla, institusi pengaman laut yang baru ini juga memesan sedikitnya 30 kapal patroli pantai berbagai ukuran. 

Bakamla sedang mengembangkan diri menjadi kekuatan pengawal pantai. Seirama dengan itu kekuatan AL dan AU kita juga sedang dalam proyeksi menuju kekuatan yang memiliki daya pukul kuat lima tahun ke depan.  Untuk AU perlu juga diperhatikan penambahan kekuatan jet tempur Sukhoi SU30 sembari menantikan seri yang terbaru SU35 yang digadang-gadang itu.  Dengan kekuatan 16 Sukhoi dari seri Su27 dan SU30 dirasa kurang kuantitasnya untuk mengcover kedaulatan Nusantara yang luas ini.  Setidaknya kita butuh 1 skuadron tambahan dari seri eksisting.  Kita berharap dalam lima tahun ke depan seikitnya ada penambahan 3 skuadron tempur untuk meyakinkan nilai kekuatan yang kita miliki.

Angkatan Laut jelas butuh kapal perang seabreg.  Natuna, pantai selatan Jawa, Arafuru, Ambalat dan selat Malaka adalah titik penting yang harus menjadi perhatian.  Oleh sebab itu sebagaimana tulisan terdahulu kita meyakini akan ada penambahan minimal 8 kapal perang jenis fregat, 5 PKR 10514, 8 KCR 50m, 6 KCR 60m, 2kapal selam selain Changbogo, 2 LPD dan 4 kapal buru ranjau.  Ini bukan sesuatu yang muluk atau mimpi tetapi berdasarkan kebutuhan untuk menghadapi ancaman dan tantangan penguasaan teritori melalui klaim negara lain.
Sukhoi dan F16 menggemuruhkan HUT TNI
Perkuatan Natuna sebagai pangkalan militer skala besar adalah kebutuhan otot untuk menegaskan kepada siapapun yang  hobbynya mengklaim bahwa wilayah itu adalah teritori Indonesia. Jawaban militer ini adalah bagian dari penghormatan terhadap eksistensi teritori dengan membangun tembok tegar AU, AL dan AD yang bersinergi dalam satu komando bernama Kogabwilhan.  Pangkalan militer Natuna adalah simbol bahwa meski pun kita netral dalam konflik Laut Cina Selatan tetapi jika pihak lidah naga tetap menjulur-julurkan lidah apinya, mau tak mau kita pun harus melakukan perlawanan kuat termasuk bergabung dengan pasukan “sekutu” lainnya.

Kekuatan militer adalah simbol kekuatan harga diri sebuah bangsa, meski ditawarkan dan dijalankan pada pilihan terakhir.  Semua bangsa di dunia ini tidaklah menginginkan konflik dan peperangan. Tetapi dengan kekuatan militer yang disegani maka sesungguhnya itu adalah sebuah jalan untuk tidak menuju perang karena rasa segan dan wibawa itu.  Kekuatan militer yang dimiliki adalah bagian dari cara berbangsa dan bernegara untuk bergaul dan bersahabat dengan negara lain secara setara tanpa adanya unsur pelecehan atau anggap enteng.

Maka selayaknya di MEF-2 ini akan dihasilkan kekuatan TNI segala matra yang telah mampu membukakan mata hati bagi negara kawasan.  Bahwa kita sudah mampu menyetarakan diri dan menegakkan kepala untuk tampil percaya diri membawa harga diri dan martabat bangsa ini dalam tata pergaulan dunia dan regional yang dinamis.  Jika ada pergesekan teritori tentu pihak sana akan berhitung ulang dengan kekuatan militer yang kita miliki sehingga jalan dialog dan diplomasi dengan dukungan kekuatan militer akan lebih bermakna untuk diselesaikan.  MEF-2 adalah pertaruhan kesungguhan dalam perkuatan tentara kita.  Kita meyakini bahwa lima tahun ke depan akan dihasilkan kekuatan alutsista yang canggih baik yang dihasilkan bangsa sendiri maupun kerjasama dengan negara lain.  Kita mendoakan itu.
****
Jagarin Pane / 19 Des 2014