Tuesday, October 15, 2013

Wawancara Dengan Koran Pikiran Rakyat Bandung



Sehubungan dengan tema Senjata Kimia yang saat ini menjadi fokus perhatian dunia internasional, wartawan Pikiran Rakyat Bandung Feby Syarifah melakukan wawancara dengan pemerhati pertahanan dan alutsista TNI Jagarin Pane. Berikut petikannya:

Bagaimana sebenarnya peraturan internasional mengenai kepemilikan senjata kimia? Apakah peraturannya seketat peraturan mengenai kepemilikan nuklir?
Sebenarnya regulasi universal tentang kepemilikan senjata kimia sama ketatnya dengan kepemilikan senjata nuklir.  Protokol Jenewa tahun 1925 jelas menyatakan melarang penggunaan senjata kimia. Protokol ini lahir sebagai akibat penggunaan senjata kimia dalam Perang Dunia I yang menewaskan puluhan ribu tentara. Hanya karena proses membuat senjata kimia itu lebih mudah dibanding dengan senjata nuklir, maka kontrol untuk kepemilikan senjata kimia lebih sulit terdeteksi.  Semua negara di dunia ini punya potensi untuk membuat senjata kimia yang dikenal dengan senjata pemusnah massal.

Apakah setiap negara berhak mengembangkan industri kimia dasarnya sebebas-bebasnya?
Setiap negara didunia ini bebas membuat dan mengembangkan industri kimianya.  Bebas tapi juga mestinya bertanggung jawab. Kita punya industri kimia berskala besar, Petrokimia Gresik, Pupuk Iskandar Muda, Pupuk Sriwijaya, Pupuk Kujang dll itukan semuanya industri kimia untuk keperluan perdagangan dan pertanian.  Nah untuk memastikan bahwa industri kimia itu adalah utuk tujuan damai dan tidak disalahgunakan, maka harus ada regulasi yang mengatur berupa Undang-Undang.

Kapan sebuah zat kimia bisa dikatakan senjata kimia? 
Zat kimia bisa disebut sebagai senjata kimia diawali dengan nawaitunya, alias niatnya. Sama dengan Narkoba kalau untuk keperluan dunia kedokteran dalam dosis yang terukur untuk pengobatan dan penyembuhan, ya tidak ada masalah.  Tetapi jika sudah disalahgunakan akan menyentuh wilayah hukum, makanya disebut penyalahgunaan narkoba.  Contohnya, air aki (asam sulfat)  H2SO4 jelas salah satu penggunaannya untuk battery power penggerak, tapi jika disiramkan ke wajah jelas salah besar, tidak sesuai peruntukannya.

Dalam sejarah perang, zat kimia apa yang paling membahayakan dan memiliki keampuhan paling tinggi sebagai senjata pembunuh massal?
Dalam sejarahnya PD I menjadi saksi sejarah perang modern betapa kejamnya penggunaan senjata kimia. Jerman menggunakan gas klorin di Belgia yang menewaskan 15 ribu tentara lawan, kemudian pihak Inggris dan sekutunya melakukan pembalasan dengan menggunakan gas Sulfur Mustard.  Inilah cikal bakal lahirnya Protokol Jenewa tahun 1925.
Perang dimana yang tercatat paling buruk dalam sejarah karena menggunakan senjata kimia?
Perang Vietnam tahun 1961 sd 1975 merupakan salah satu perang tanpa etika karena penggunaan senjata kimia. AS membombardir dengan menggunakan senjata kimia, salah satunya dikenal dengan nama Agent Orange. Setidaknya 20 juta gallon disebar dari udara di bumi Vietnam termasuk Agent Orange. Versi Pemerintah Vietnam menyebut 400 ribu orang Vietnam tewas atau cacat berat, 500 ribu bayi lahir cacat dan 2 juta warga Vietnam terkena kanker dan penyakit lain sebagai dampak lanjutan penggunaan senjata kimia itu.

Bagaimana dengan Indonesia? Apakah Indonesia memiliki kekuatan untuk bisa mengembangkan industri kimianya sebagai senjata kimia?
Indonesia punya potensi dan kemampuan untuk mengembangkan industri kimia menjadi senjata kimia. Senjata kimia itu mudah untuk diproduksi sehingga untuk pengawasannya perlu payung hukum untuk tidak menggunakan senyawa kimia itu sebagai senjata kimia.

Adakah peraturan di Indonesia yang mengatur mengenai pengembangan kimia dan sampai mana batas pengembangan yang bisa dilakukan?
Regulasi nasional tentang penggunaan bahan kimia dan larangan penggunaan bahan kimia sebagai senjata kimia ada dalam UU No 9 Tahun 2008.  Sebenarnya dunia pun sudah menyetujui adanya perjanjian larangan penggunaan senjata kimia yang diikrarkan 188 negara April tahun 1997.  Israel dan Korut tidak ikut tandatangan. Setahun kemudian Indonesia meratifikasinya melalui UU No 6 tahun 1998.

Adakah larangan yang jelas di Indonesia terkait pengembangan kimia sebagai senjata?
Jelas ada. Sebagai negara berdaulat, hak konstitusi sebagaimana tertuang dalam pembukaan UUD 1945, menjaga ketertiban dan perdamaian dunia, salah satu kontribusinya adalah memenuhi kewajiban dalam melaksanakan Konvensi Senjata Kimia yang telah diratifikasi melalui Undang-Undang No. 6 Tahun 1998.  Kemudian dalam Undang-Undang No 9 Tahun 2008 semakin dipertegas lagi substansinya.

Tanpa senjata kimia dan nuklir, bagaimanakah posisi kekuatan Indonesia dilihat dari alutsistanya? Apakah masih termasuk kuat?
Untuk Indonesia, sebagai bagian dari upaya pertahanan NKRI, fokus utamanya adalah memenuhinya dengan alutsista konvensional tanpa harus memaksa diri untuk memiliki senjata kimia atau senjata nuklir.  Sejatinya negara “Gentleman” adalah negara yang mampu menata pertahanan diri dengan persenjataan konvensional semata tanpa harus memenuhi nafsu bunuh maksimalnya dalam menangani perselisihan antar negara dengan menggunakan senjata kimia apalagi nuklir. Yang perlu dicatat proses kematian dengan senjata konvensional adalah langsung mati atau luka tembak karena daya ledak, selesai. Tapi proses kematian akibat senjata kimia bukan karena daya ledaknya tetapi proses “sengatannya” ke tubuh kita sangat dramatis, memilukan, menyayat hati. Ada yang mati pelan-pelan, cacat seumur hidup dan dampaknya sampai ke generasi berikutnya. Makanya negara yang menggunakan senjata kimia bisa disebut sebagai negara pengecut, tak berperikemanusiaan dan tak bermoral.

Sisi mana dari ketersediaan alutsista Indonesia yang harus lebih diperkuat?
Terkait dengan ketersediaan alutsista Indonesia yang saat ini sedang giat-giatnya memodernisasi tentaranya, semua matra perlu diperkuat.  Kita sudah punya 1 skuadron Sukhoi di Makassar, dalam MEF (minimum essential force) tahap 2 nanti masih sangat dibutuhkan minimal penambahan 1 skuadron lagi yang penempatannya berdekatan dengan ALKI I atau menjaga ibukota.  Angkatan Laut juga masih perlu perkuatan dengan kehadiran fregat, korvet dan destroyer.  Termasuk kapal selam tentunya sebagai senjata strategis pemukul yang paling disegani.  Matra darat masih sangat membutuhkan alutsista kavaleri seperti tank, panser. Juga rudal darat ke darat, roket dan artileri.  Kita yakin tahun 2019 nanti apa yang kita inginkan itu dapat tercapai.  Tak perlu memaksa diri dengan kepemilikan senjata kimia meski kita sanggup memproduksinya. Dengan alutsista konvensional, pemenuhan untuk segala matra dicukupi, negara ini akan disegani sekaligus gentleman.
****
(Catatan: Dimuat dalam Koran PR tgl 07 Oktober 2013 rubrik Cakrawala)
 Jagvane / 15 Oktober 2013