Wednesday, September 25, 2013

Merajut Dan Menggemuruhkan Aceh



Aceh sejatinya adalah formula naluri dan kecerdasan akal budi religi yang ingin menajamkan harkat dan martabat karena sudah dibuktikan dalam perjalanan panjang sejarahnya.  Ketika hampir semua daerah kolonial yang lain di Hindia Belanda sudah takluk,  Aceh justru belum mampu ditaklukkan Belanda.  Jendral Kohler pun harus meregang nyawa di Kutaraja manakala mencoba menyerbu Aceh tahun 1873.  Aceh baru takluk tahun 1904, itu artinya daerah terakhir yang jatuh ke tangan kolonial.  Hanya 40 tahun saja sebelum Belanda akhirnya takluk di tangan Jepang. Harkat dan martabat itu sesungguhnya merupakan nilai keistiqomahan Aceh jika kita merenungi sejarah kepahlawanan Sultan Iskandar Muda, Malahayati, Teuku Umar dan Tjut Nyak Dien.

Dalam perjalanan berbangsa, salah satu bentuk penghargaan pada nilai-nilai kejuangan dan kepahlawanan Aceh bisa kita lihat dari penamaan kapal perang (KRI).  Aceh mendapat porsi lebih banyak dalam alokasi penamaan kapal perang RI.  Ada KRI Sultan Iskandar Muda, ada KRI Malahayati, ada KRI Teuku Umar, ada KRI Cut Nyak Dien, juga ada KRI Rencong.  Semua kapal perang itu berkualifikasi striking force.  Sementara untuk kapal perang kelas LPD yang modern dari 4 KRI LPD yang dimiliki TNI AL salah satunya bernama KRI Banda Aceh.  Bandingkan dengan Sumut dan Sumbar yang hanya mendapat “jatah” 1 nama KRI striking force yaitu KRI Oswald Siahaan untuk Sumut dan KRI Imam Bonjol untuk Sumbar.
Skuadron Jet Tempur Hawk200
Dalam beberapa tulisan terdahulu kita berpandangan sudah sepantasnya di Aceh ada minimal penugasan 1 flight Hawk yang berpangkalan di Pekanbaru. Maksudnya sekali-kali ada 1 flight Hawk yang menghadirkan diri di angkasa Aceh untuk menyuarakan kegemuruhan kedaulatan NKRI dalam rutinitas keseharian. Sebab dari semua tontonan dan atraksi militer yang disajikan apakah melalui latihan atau parade militer, gemuruh dan manuver jet tempur merupakan kebanggaan yang mampu mengepalkan harga diri pada nilai kedaulatan berkebangsaan. Deru jet tempur yang membahana di ruang udara diyakini merupakan representasi dari kewibawaan kedaulatan bernegara disamping unjuk tampil Main Battle Tank, Peluru Kendali Jarak Jauh dan Kapal Selam.

Air Force Base Pekanbaru akan ada isian skuadron F16 mulai tahun depan. Nah, biar gak rame ditumpuk di satu pangkalan diurai dong. Pucuk dicinta ulam tiba, belum sepekan Panglima Moeldoko menjabat, sudah langsung “menggenggam” Aceh sembari bersabda bersama Menhan bahwa di Aceh akan ada skuadron penuh Hawk relokasi dari Pekanbaru, markas Kogabwilhan dan pengembangan pangkalan utama TNI AL Lhok Seumawe.  Jadi untuk matra udara garis lurusnya makin jelas, ada skuadron jet tempur F16 di Pekanbaru, ada skuadron pesawat pengintai di Medan dan ada skuadron jet tempur Hawk di Lhok Seumawe.

Sebagai wilayah perbatasan meski tidak berstatus border land, kehadiran pengawal republik di tanah rencong merupakan kepantasan yang harus ditingkatkan bersama daerah lain yang juga punya garis batas negara seperti Kalbar, Kaltim, NTT dan Papua.  Kehadiran tentara juga harus diikuti dengan dukungan sejumlah alutsista strategis seperti jet tempur, kapal perang, rudal dan tank.  Disamping itu penguatan kualitas tempur pasukan darat perlu ditingkatkan dengan menjadikannya sebagai batalyon raider yang mempunyai kualifikasi perang konvensional, perang kota dan perang anti teror. 
Yang di depan KRI Sigma, di belakang KRI LPD
Sebagai daerah yang pernah mengalami konflik berkepanjangan, menjaga perdamaian di bumi Serambi Mekkah ini memerlukan payung pelindung dan penjaga kewibawaan kedaulatan NKRI. Tidak hanya itu, kawalan terhadap pintu utara Selat Malaka memerlukan kehadiran angkatan laut yang berwibawa.  Karena di mulut itu ada sedikitnya tiga negara yang saling bersinggungan perbatasan dengan kita,  Malaysia, Thailand dan India.  Kehadiran kapal-kapal perang RI secara permanen di kawasan itu merupakan bagian dari mewibawakan teritori laut di jalur strategis itu.

Kehadiran militer dan alutsista segala matra di Aceh merupakan bagian dari strategi pemerataan kekuatan pukul TNI.  Tidak hanya Aceh, hampir semua gelar pasukan dan alutsista mulai dialokasikan ke seluruh wilayah tanah air.  Gelar satuan marinir setingkat divisi di Papua sedang dilaksanakan, juga di Batam dengan kekuatan satu batalyon.  Alokasi skuadron Heli tempur di Berau, Baturaja dan Papua.  Kemudian penambahan batalyon tempur di Kalimantan, penambahan dan alokasi skuadron TNI AU, penambahan dan pergeseran pangkalan TNI AL semuanya sedang giat dilakukan. 

Yang perlu dicatat di Aceh tidak ada penambahan pasukan TNI.  Yang ada adalah peningkatan kualifikasi satuan tempur pemukul organik dan penambahan alutsistanya. Kita bersemangat untuk mendukung kebijakan menghadirkan secara permanen 1 skuadron Hawk di Aceh. Ini semua di lakukan untuk merajut Aceh dan menggemuruhkan kewibawaan NKRI.  Bahkan sekali-sekali di bumi Aceh perlu dikunjungi minimal 1 flight jet tempur Sukhoi, atau F16 sebagai bagian dari jelajah kawal nusantara.  Khusus untuk Sukhoi sangat perlu melakukan safari jarak jauh ke Sumatera minimal setahun sekali. Gemuruhnya diyakini akan mampu menghangatkan adrenalin semangat berbangsa. Tidak hanya, itu bukankah di samping Sumatera ada tetangga sebelah yang selalu meributkan Ambalat.  Sesekali perlu show of force mulai dari Aceh sampai Riau, bukankah begitu.
****
Jagvane / 25 Sept 2013