Monday, February 4, 2013

Mengajak Singapura Berharmoni



Negeri multi etnis yang terjepit di mulut Johor dan diapit Batam merupakan simbol dari keberhasilan menata cara pandang multi dimensi ditengah keterbatasan sumber daya alam.  Apakah itu membangun struktur ekonomi berbasis jasa, membangun kesejahteraan sumber daya manusianya dan membangun sistem pertahanan menyengat untuk meyakinkan komunitasnya terhadap apa yang disebut keberlangsungan hidup dan kewibawaan menjaga keunggulan Singapura.

Maka keseharian Singapura bisa dilihat dari kesibukannya meningkatkan image, menarik wisatawan, memelihara posisi keunggulan sebagai pusat jasa bisnis dunia. Menyelenggarakan balap mobil formula satu malam hari adalah diferensiasi marketing yang tak terduga dan sukses untuk mengambil hati pelancong.  Belum lagi ketika korban perkosaan di India tiba-tiba harus dirawat di RS Mount Elizabeth dan akhirnya meninggal, merupakan bagian dari upaya memasarkan diri, menyatakan diri sebagai yang terbaik.  Setidaknya ingin mempopulerkan imagenya yang sudah dikenal luas itu.

Untuk urusan pertahanan negeri  Singapura baru sadar diri setelah tahun 80an.  Sebelumnya negeri kecil dan kancil itu bukanlah sebuah sarang tawon yang siap menyengat siapa saja yang hendak mengganggu.  Negeri Lee Kwan Yew itu mulai membenahi militernya dengan berguru ke Israel.  Walau tidak sama persis posisi kedua negara itu memang “terkepung” oleh negeri Muslim.  Bedanya kalau Israel menjadi musuh abadi Arab, Singapura tidak sampai demikian tapi bukan tak mungkin oleh sebuah sebab kedua negara yang mengapit pulau Temasek itu bisa saja bersekongkol untuk “menghabisi’ Singapura.

Sekarang, Singapura adalah negara dengan alutsista militer terkuat di Asia Tenggara.  Mereka membangun pertahanan model sarang tawon, berani ganggu aku sengat. Angkatan Udaranya punya 2 skuadron F15 dan 6 Skuadron F16.  Di laut punya 6 kapal selam dan puluhan kapal kombatan yang terintegrasi sistem pertempurannya.  Saat ini mereka sedang membangun pertahanan Iron Dome untuk pertahanan anti rudal dan mempersiapkan kehadiran F35 yang siluman itu.

Dengan payung yang sedemikian kuat itu pertanyaannya tentu untuk apa Singapura membentengi dirinya dengan kemampuan pre emptive strike.  Inilah dia, kewibawaan Singapura sekaligus kesombongannya adalah selalu menjaga jarak dengan dua tetangganya.  Padahal sesungguhnya kekhawatiran Singapura yang nota bene negara dengan tingkat kesejahteraan terbaik di kawasan ini adalah pada soal ketidakpastian masa depan dan keberlangsungan perjalanan negeri sejahtera itu.

Meski mempunyai kekuatan militer paling gres, anatomi kependudukan Singapura sesungguhnya rawan perpecahan. Catatan tentang soal kependudukan saat ini jumlah penduduk Singapura sekitar 35 % adalah orang luar alias pendatang.  Tahun 2030 diprediksi jumlah itu bisa mencapai 50% dari total penduduk Singapura.  Keragaman etnis yang dipimpin oleh etnis Cina boleh jadi memberikan sentuhan untuk selalu berimprovisasi mempertahankan status quo. Namun pergaulan sopan pada dua jirannya sesungguhnya merupakan kunci menjaga stabilitas dirinya.  Untuk urusan sumber daya alam misalnya pasokan air, suplai logistik sayur mayur sampai kebutuhan pasir laut sangat tergantung pada dua negara disebelahnya.

Kelemahan utama pada negeri jasa dan hanya satu pulau seperti Singapura ini adalah kepanikan. Meski memiliki kekuatan militer canggih, kepanikan merupakan musuh nomor satu di negara yang mengandalkan sektor jasa.  Misalnya Malaysia melakukan embargo air atau Indonesia menyetop arus wisatawan belanja,  kemudian ada wabah yang menyebabkan kematian massal.  Kondisi ini boleh jadi menimbulkan kegelisahan dan kepanikan yang menyebabkan runtuhnya image sebagai negara pusat jasa tadi.

Oleh karena itu, pola bertetangga yang baik yang mengedepankan kesetaraan adalah cara pandang yang cemerlang yang harus disetel tuningnya oleh Pemerintah Singapura.  Bukankah Singapura telah berhasil dalam membangun cara pandang sebagaimana yang diungkap di awal tulisan ini.  Jujur saja masih banyak yang harus dibenahi dalam pola pertemanan antara Indonesia dan Singapura.  Sikap negara sejahtera meski kecil cenderung meremehkan jirannya yang besar tapi belum sejahtera, padahal secara ekosistem telah tercipta saling ketergantungan.

Ke depan Indonesia akan semakin maju kekuatan ekonominya.  Saat ini saja telah menjadi kekuatan ekonomi dengan PDB terbesar di ASEAN dan terbesar ke 16 di dunia.  Bursa Jakarta telah jauh mengungguli bursa Singapura selama lima tahun terakhir ini.  Belum lagi pembangunan militer Indonesia yang terus dipacu untuk mengejar ketertinggalannya.  Gelontoran anggaran militer RI yang besar memberikan harapan bahwa tahun 2014 nanti kebutuhan alutsista yang dipenuhi akan mencapai 38% dari target.  Artinya masih banyak yang akan dibeli dan tidak mustahil tahun 2020 nanti menjadi kekuatan yang mengungguli negara Singapura.

Ruang persahabatan tiga negara ini, Indonesia, Malaysia dan Singapura, merupakan peluang untuk menjalin keharmonisan dan kesetaraan.  Hal yang tak terbantahkan adalah takdir geografi Singapura diapit oleh dua jirannya yang juga semakin maju.  Nilai lebih dari dua jiran ini adalah jumlah populasi yang besar dan tersedianya sumber daya alam yang melimpah sementara Singapura harus berjuang melawan keterbatasan lahan.  Peluang mengajak berharmoni dengan dua jirannya dalam kesetaraan pergaulan diyakini lebih bermanfaat daripada mengedepankan keunggulan militer dan ekonomi.  Singapura harus bisa merangkul kedua sahabatnya itu dengan harmoni dan kesetaraan.
******
Jagvane / 04 Feb 2013