Monday, March 7, 2011

Main Battle Tank, Sebuah Kebutuhan Utama TNI AD

Dalam peta hankam NKRI ada 3 pulau di Indonesia yang berbatasan darat dengan negara lain yaitu Kalimantan, Timor dan Papua.  Ketiga pulau itu sejatinya dipisahkan jauh menyeberangi laut dari jantungnya Indonesia, Jawa.  Apakah karena itu sosok alutsista yang bernama Main Battle Tank ( MBT) tidak diperlukan karena MBT negara penyerang tidak akan sampai di Jawa atau Jakarta? Jawabnya tentu tidak karena kita tidak ingin cacingan dalam menjalankan konsep Hankam.

Selama ini TNI AD hanya punya sekitar 400 Tank dari kelas ringan (Light Tank) 100 biji dari jenis Scorpion dan Stormer, 300 sisanya dari jenis AMX-13.  Kekuatan ini didukung dengan sekitar 700 Panser berbagai jenis salah satunya panser Anoa buatan Pindad. Menyikapi perkembangan dinamika kawasan, sesungguhnya  kita memerlukan kekuatan pukul sekelas MBT yang ditempatkan di provinsi yang berbatasan langsung dengan negara jiran.  Kalau mau diurut skala prioritas maka, Kalbar sangat memerlukan kehadiran setidaknya satu batalyon kavaleri berkekuatan 70-75 MBT.   Kehadiran MBT di kawasan border land memberikan kekuatan Hankam yang diyakini mampu menumbuhkan kebanggaan dan rasa patriot bagi warga setempat sekaligus unsur penggentar bagi negara jiran.

Tradisi kita selama ini selalu melihat Jawa sebagai pusat Hankamnas padahal Jawa hanya satu pulau kecil yang “kebetulan” ada Jakarta didalamnya.  Sementara pulau-pulau besar hanya dianggap sebagai benteng sekunder yang gak penting-penting amat dijaga, toh nanti yang nyerang juga capek sendiri, begitu kata ironinya.  Apalagi doktrin tempur TNI selama ini selalu mengambil tema : biarkan musuh masuk dulu, baru dipukul kemudian.  

Nah kalau yang masuk itu China dan dia hanya perlu Natuna apa kita mampu memukul mundur kekuatan China yang maha itu.  Atau pecah konflik dengan Malaysia dan MBTnya bebas memasuki Kalbar lalu baru dikirim pasukan pemukul reaksi cepat.  Apa iya pasukan itu dapat segera memukul mundur pasukan Malaysia.  Paling tidak dibutuhkan waktu 2 minggu untuk embarkasi bala bantuan pusat bersama alutsistanya, dan selama waktu itu agresor sudah menginjak-injak teritori kita.  

Kita percaya pemikir strategis Kemhan dan TNI pasti memiliki  ruang jelajah yang lebih biru langit untuk menata konsep hankam RI.  Konsep Hankamrata masih tetap oke, namun harus diimbangi dengan perbanyakan dan modernisasi alutsista TNI segala matra.  Di laut diperbanyak kapal-kapal combatan untuk memenuhi kekuatan 3 armada dan minimal 6 kapal selam.  Di udara dilengkapi dengan pesawat penggebuk sekelas Sukhoi minimal 2 Skuadron dan F16 minimal 3 Skuadron.  Nah, Angkatan Darat juga jangan dilupakan dengan menggelar kekuatan MBT di border-border land.

Jangan pemikirannya hanya untuk parade ultah TNI lalu MBT itu harus ada di Jakarta atau Jawa (gak rela kalau MBT ada di luar Jawa), sehingga menghilangkan makna detterens bagi border land.  MBT harus ada di border land dengan skala prioritas Kalbar. Justru menjadi kebanggaan warga Indonesia di perbatasan manakala setiap tahun diparadekan kekuatan pukul MBT, di Pontianak misalnya.  Kalau secara ekonomi kekuatan warga negara kita yang tinggal di perbatasan mirip langit dan bumi dengan negara jiran Malaysia kenapa sih kita ”tidak boleh” berbangga dengan kekuatan Hankam yang diwujudkan dengan kehadiran MBT di provinsi itu.

Kehadiran MBT di Kalbar sejatinya untuk mengimbangi kekuatan divisi ATM yang sudah membangun kekuatannya di Sarawak.  Malaysia sudah membangun jalan raya di sepanjang perbatasan dengan Indonesia.  ATM juga sudah merekrut askar wathaniah di sepanjang perbatasan, menempatkan brigade artileri dan kavaleri di Sarawak.  Kodam Tanjungpura yang sudah dibentuk di Pontianak dihadirkan untuk memperpendek jalur komando dan jarak.  Adalah sangat ironi manakala jalur komando dan jarak yang sudah dipunyai itu hanya sebagai macan kertas manakala kondisi terburuk terjadi.

Doktrin masuk dulu baru pukul perlu penyesuaian karena kita ada dalam dinamika perkembangan yang sangat cepat perubahannya.  Kekuatan detterens perlu digelar di border land agar jiran sebelah bisa ngaca diri dan tahu diri.  Oleh sebab itu dalam konsep minimum essential force kita sangat mengharapkan Kodam Tanjungpura memliki kekuatan pukul penggentar dengan memiliki minimal 1 batalyon MBT, 1 batalyon panser, 1 batalyon artileri, 1 batalyon rudal lapan-pindad surface to surface, 1 batalyon rudal surface to air jarak sedang, 4 batalyon infantri mekanis dan 5 batalyon infantri.  Semoga itu bisa tercapai dalam 5 tahun ke depan.
*******
Jagvane / Pengamat alutsista
06032011